my playlist (!)

Jumat, 17 September 2010

Meidian Tarania. Part 5B --THANKS FOR YOUR SUPPORTS,GUYS--

Aku menutup lokerku. Setelah menaruh beberapa buku yang
beratnya beberapa ons. Hari ini pelajaran di sekolah sangat berat,
apalagi terpusingkan dengan ulangan kimia dari bu Rosi.
Sebenarnya ulangan itu tidak akan terlaksana, tetapi dikarenakan
anak-anak ramai, jadinya kena batu merah deh (apes).
"Tar," sapa seseorang saat aku berjalan tidak jauh menjauhi lokerku.
Aku menoleh ke datangnya panggilan itu, Raza.
"Gue punya sesuatu buat lo," ucapnya. Ia memberikan sebuah kotak
kuning muda dengan pita biru tua dan putih dibentuk bunga
kepadaku. Aku mengambilnya, dan menatapnya. Kenapa ia tidak
sinis?
"Gue ngasihin itu karena itu buat elo, tapi bukan berarti gue
ngasihin itu artinya gue care sama lo, tapi biar elo bener ngerasa
salah atas kematian abang gue,"
Sungguh, aku terkejut Raza berkata seperti itu. Bukan terkejut
karena dia menyalahkanku, itu sudah biasa untukku. Tetapi kata-
kata bahwa agar aku merasa aku benar salah atas kematian Raka,
itu sangat menyesakkan untukku. Bahkan air mataku hampir
menetes ketika Raza meninggalkanku. Raza pergi dengan tangan
seorang cewek yang menghampirinya di kantin merangkul pada
tangannya.


*********************************************************************************
*****


Aku masuk ke dalam kamarku. Melepaskan tasku, melepaskan
sepatuku kemudian duduk di sofa dengan sekotak kuning yang
diberikan Raza. Sebelum membukanya aku mengambil nafas
panjang, dan aku melihat semua barangku yang ku beri kepada
Raka.
Ada kaos kembar yang kita beli, ada sebotol pasir pantai yang aku
berikan sebagai oleh-oleh dari Lombok, ada topi bertulis huruf T
yang huruf T nya itu aku buat sendiri, ada tiket nonton bioskop kita
dari awal sebelum jadian sampai sudah berpisah seperti ini, aku
tersenyum melihat semua ini, meskipun air mata ku menitik.
Masih banyak lagi di dalam kotak ini, ada sebuah kaset hasil
rekaman kita, karena saat itu aku iri kepada artis berpacaran yang
duet bermesraan, akhirnya Raka membawaku ke studio rekaman,
sebuah sarung tangan berwarna pink yang aku berikan sebagai
jimatnya untuk balapan, dan yang terakhir sebuah kertas origami
berbentuk love dan didalamnya terdapat kalimat "Raka, I Love You".
Aku menangis sekarang, terisak-isak, aku tak kuasa, penyesalanku
semakin meningkat dan rinduku semakin membara. Seperti ada
bayangan muka Raka di depanku, memandangku yang sedang
menangis, tapi tak kuasa untuk memeluk.
Aku terkejut, kepalaku sudah tersandar di badan seseorang, ada
yang memelukku. Aku melihat, dia Alvian. Ia berdiri dan
memelukku, kapan ia datang? Aku tak peduli. Tangisanku semakin
menjadi, dan sungguh aku ingin Raka kembali. Sungguh. Aku
kembali lelah dengan semua ini.


*********************************************************************************
*****


Ketukan pintu terdengar dari luar, sang pengetuk pun sudah
membuka pintu dan menyapaku. Itu Kak Echa. Beberapa jam lagi
seluruh keluarga akan mengadakan proses lamaran secara resmi di
rumah ini. Sedangkan aku, aku sama sekali belum menyiapkan
diriku, aku masih sama berpakaian seragam dan menatap jendela.
Seperti menanti Raka yang akan datang, meskipun aku tau ia pasti
tak akan pernah kembali.
Langit sangat cerah sore ini. Bahkan matahari akan terbenam dapat
terlihat jelas. Kak Echa sudah mengetahui siluet mukaku yang sedih
saat ini, jadi percuma ia memaksaku untuk berbenah. Mungkin ia
juga sudah tau aku menangis tadi siang dari Alvian. Kak Echa duduk
di sampingku.
"Hidup itu kayak koin,Tar. Gampang dibalik, gampang dibalik lagi.
Gampang seneng, gampang sedih. Dan penentu koinnya itu,Tuhan.
Tuhan kasih kita kebahagiaan supaya kita tahu arti syukur itu apa.
Tuhan kasih kesedihan, karena kesedihan itu penting,Tar. Karena
kalo nggak kita jatuh, kita nggak akan tau apa itu bangkit, kita
nggak akan tau apa rasanya bahagia. Kehilangan orang yang kita
sayang itu adalah hujan,Tara. Tapi begitu kamu bangkit dari
kejatuhan yang bener-bener tinggi-setinggi-tingginya akan ada
pelangi. Dan hidup kamu itu adalah kamu, hidup kamu yang
menjalankan adalah kakimu, hidup kamu yang memutuskan adalah
hatimu, hidup kamu yang membawa adalah tanganmu. Dan saat
semuanya itu tidak bisa digerakkan, maka kita akan mengenal
bahwa diri kita itu lemah dimata Tuhan. Bangkit,Tara. Bangkit.
Papa akan sangat bahagia jika melihat putri satu-satunya bisa
bertahan di kedua kakinya sendiri. Dan kakak yakin Raka juga akan
pergi kalo kamu bisa taruh dia di dalam hatimu, bukan di
ingatanmu,"
Aku melihatnya, aku menatapnya tajam sambil meneteskan air
mata. Kak Echa tersenyum kepadaku. Ia sangat cantik, dengan
kebaya dan rambutnya.
"Adek aku harus kuat, dan harus sukses" ucapnya. Dan aku pun
tersenyum sambil memeluknya. Aku kembali mengingat Ardi yang
kuat untuk menceritakan masa lalunya, aku mengingat Mama yang
kehilangan Papa yang mereka bersamanya sudah bertahun-tahun.
Aku menyadari bahwa banyak orang yang bernasib sama, atau lebih
berat mendapatkan masalah daripada aku, tetapi ia kuat.
Aku berterima kasih saat ini. Tuhan adil, ia terus memberikan
orang-orang yang mendukungku. Terima Kasih.

Meidian Tarania. Part 5A --THANKS FOR YOUR SUPPORTS,GUYS--

Aku memungut sebuah cangkir dari lemari atas di dapur. Malam ini sangat sepi dirumah. Keluarga Kak Echa dan keluarga calon suaminya bertemu, aku tidak bisa ikut. Baru setengah jam yang lalu aku pulang dari sekolah, ada perkumpulan mading, dan aku mengikuti itu karena harus menghargai mereka yang mau menerimaku sebagai anggota mading baru.
Aku membuka sebuah bungkusan yang berisi bubuk yang mengandung cafein, menaruhnya dalam cangkir, memberinya sedikit gula dan mencampurnya dengan air hangat.
Lelah juga. Aku duduk di sofa besar yang terletak di ruang keluarga Om Arman. Di rumah bertingkat 3 dan sebesar ini, sangat sepi, membuatku sedikit mengingat tentang kesedihanku. Ah, tidak, aku sudah berjuang untuk melupakan masa laluku, hingga sejauh ini.
Suara ketukan pintu ruang tamu menyadarkanku.
Membangunkanku untuk tidak terlena dari kesedihanku lagi. Aku membukanya.
"Lho, Alvian belum pulang?"
Ternyata Ardi yang mengetuk. Aku mengikutinya yang terus berjalan masuk ke dalam rumah. Seperti rumahnya saja. Ia mengambil minuman di kulkas, kemudian meneguknya, dan dalam sekejap minuman kaleng itu habis seketika.
"Ada perlu sama Alvian,Di?" tanyaku.
"Iya sih sebenernya. Tapi 45 menit yang lalu gue telfon dia, dia bilang masih ngerjain tugas kampus sama temennya. Gue kirain bohong, hehe. Soalnya gue ngajak dia renang, siapa tau malem-malem gini dia nggak mau renang," jelas Ardi.
"Tumben lo pengen renang?" heranku.
"Pengen aja, abisnya masa' kalo gue tenggelam malah cewek yang sih yang nyelametin gue, kayak lo kemaren, ngga malu apa gue,haha,"
Aku hanya menganggukkan kepala. Sedikit mengherankan Ardi ingin berenang di malam hari seperti ini. Sepertinya ada yang salah? Apa mungkin hanya perasaanku saja, toh kalau jika dia cuma malu
memangnya mengapa? Kan itu alasan yang bagus kan?
"Sini gue temenin lo, gue temenin di samping kolam aja, jaga-jaga kalo elo tenggelam lagi," ajakku.
"Yakin lo?rumah gue sepi lho," jawab Ardi. Semakin membingungkan aku.
"Hah? Apa hubungannya sama rumah lo sepi?"
"Yah..hmm...siapa tau daripada berenang kek..mending ngapaaaaain gitu,"
Aku mengangkat alis kananku, berusaha mencerna apa yang dimaksud oleh Ardi. Dan setelah kupikir-pikir, kemudian aku membelalakkan mata.
"ARDIIIIIII!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

******************************************************************************************

"Oh, jadi si Reisya itu ninggalin lo gara-gara cowok lain?" tanyaku.
Aku menemani Ardi yang sedang asyik berada di kolam renang. Meskipun gaya berenangnya masih jauh dibawah standar. Ardi juga bercerita tentang siapa itu Reisya. Tau kan? Tidak usah bertanya atau memikirkan topik pembicaraan jika sedang bersama Ardi, dia juga akan berkicau dengan sendirinya.
"Iya, cowok yang dia suka itu anak Bali. Begonya gue, dikadalin dia trus, disuruh ini lah, disuruh itu lah. Trus dia juga bilang waktu itu cuma mau liburan di Bali, eh ternyata, dia bakal selamanya disitu dan dia juga ngaku kalo dia udah bahagia disana karena adanya
cowok itu,"
Aku melihat mata Ardi, terlihat sedih menceritakan itu. Tetapi terlihat ia sangat kuat, ia sangat ingin melupakan semuanya. Bahkan, ia berusaha santai untuk menceritakan semuanya kepadaku.
"Bagi gue, apa yang gue suka, apa yang gue sayang atau apa yang gue cinta, gue bakal usahain buat pertahanin di sebelah gue, tapi kalo apa yang gue inginkan itu nggak mau buat ada sama gue, apa
yang gue sayang itu justru buat gue berkorban tapi menyakitkan, apa yang gue cinta justru nggak buat gue bahagia, buat apa gue terus pertahanin? Toh, gue yakin, akan ada pelangi yang lebih indah daripada sekarang, akan ada Reisya yang lebih baik daripada Reisya, akan ada masalah baru daripada masalah sekarang, akan ada kebahagiaan dari kebahagiaan yang kita alamin sebelumnya, hidup akan terus berjalan, selama Tuhan masih beri kita hidup, kita harus perjuangkan itu,"
Aku hanya menatap Ardi. Tatapannya kepadaku juga sangat dalam. Sedikit, aku bisa mengetahui maknanya bahwa ia juga ingin aku sepertinya. Aku juga ingin seperti Ardi, yang bisa menyemangati dirinya, yang bisa mendorong dirinya untuk tetap maju, yang bisa
memberi semangat orang lain, dan yang pasti bisa terus berjuang menjalani hidup. Karena pada dasarnya, hidup itu halus tetapi didalamnya ia tajam. Tajam untuk bertarung kepada manusia yang
lemah.
Ardi naik ke permukaan, ia mengambil handuk, meneguk sebotol aqua, kemudian duduk di sebelahku. Aku masih termenung. Menatap ke bawah. Lebih tepatnya menatap diriku. Dan bertanya, apa jadinya aku ketika aku akan terus memutuskan menjadi seperti ini?

"Akan ada api yang lebih panas daripada api yang panas yang sekarang kamu rasain,Tara"

Selasa, 09 Februari 2010

adelaide sky

I need to know what's on your mind

These coffee cups are getting cold

Mind the people passing by

They don't know I'll be leaving soon



I'll fly away tomorrow

To far away

I'll admit a cliché

Things won't be the same without you



I'll be looking at my window seeing Adelaide sky

Would you be kind enough to remember

I'll be hearing my own foot steps under Adelaide sky

Would you be kind enough to remember me



I'll let you know what's on my mind

I wish they've made you portable

Then i'll carry you around and round

I bet you'll look good on me



I'll fly away tomorrow

It's been fun

I'll repeat the cliché

Things won't be the same without you



I've been meaning to call you soon

But we're in different times

You might not be home now

Would you take a message

I'll try to stay awake

And fight your presence in my head

by :

Rabu, 03 Februari 2010

Meidian Tarania. Part 4, --semangat TARA!!--

Istirahat pertama di sekolah baruku aku memutuskan untuk berkeliling sekolah, mengamat ruangan apa saja yang ada di dalam sekolah ini, bersapaan dengan beberapa murid.
Untung saja tidak ada ritual kedatangan siswa baru disini. Jadi, aku tenang-tenang saja. Aku berjalan menuju gudang, di sebelah gudang banyak siswa yang diam-diam merokok, yaa itulah sekolah. Dimana para murid diberi tumpukan peraturan yang harus dijalani, termasuk aku sebaga murid yang harus menaatinya.
Aku berjalan di sepanjang koridor, ada beberapa orang yang memperhatikanku, dan ketika aku memberikan senyuman kepada mereka, mereka pun membalasnya. Itu salah satu cara, agar dapat diterima tenang di sekolah ini.
Dia
Langkahku terhenti ketika aku melihat sosok lelaki yang sangat ku kenal. Aku menghampirinya, berusaha berjalan mendekatinya yang melihat pengumuman di mading. Tetapi, seperti halnya tadi, ketika aku menghampirinya, ataupun memanggilnya dia tidak menggubris.
Sudahlah mungkin dia memang masih marah kepadaku, atas hal yang menimpa pada kakaknya. Mungkin sampai sekarang dia tidak ingin menemuiku, apalagi memaafkanku.

..................................................................................

Aku duduk di sofa kamarku sambil menonton TV, memeluk boneka yang biasa ku peluk saat tidur, dengan kaki menyilang, dan sebuah kue coklat buatan mama di meja, aku sangat nyaman dengan kegiatanku seperti ini.
Malam ini, aku terlihat lebih tenang, meskipun aku melihat Raza di sekolah, yang tidak mau menyapaku. Aku masih merasa bersalah, tetapi entah mengapa malam ini aku terlihat lebih tenang menerima kenyataan yang ada di depanku.
Pintuku diketuk oleh seseorang. Mungkin dua orang, karena mereka menyapaku di luar sana dengan suara yang berbeda. Aku bangkit, berjalan menuju pintuku, dan membukanya.
“haloooooooo,”sapa Ardi tersenyum riang kepadaku. Ia membawa sekotak pizza, dan minuman. Alvian hanya tersenyum kepadaku. Mereka langsung masuk ke dalam kamarku, duduk di karpet dan membuka sekotak pizza.
“ada perayaan apa nih?” tanyaku kepada mereka.
“lhoo hari ini kan hari pertama lo di sekolah, dan karena hari itu baik-baik aja, kita buat perayaan kecil-kecilan, rencananya sih mau sama mbak Echa, tapi lagi kerja dia,” jelas Ardi.
“lo beneran nggak di apa-apain kan di sekolah? Kalo di apa-apain, mereka pada ngga tau preman di sekolah itu dulu siapa, haha,” tanya Alvian.
“ngga kok, tenang aja, hehe, makan yuk!”ajakku. Aku mengambil sepotong pizza, menggigitnya dan memasukkannya ke dalam perutku, sangat enak. Kemudian aku mengambil minum, menusukkan sedotan, dan menyedotnya. Ardi dan Alvian juga sangat lahap memakan makanan yang mereka pesan itu.
Kita bersenda gurau bersama, membicarakan seharian ini apa saja yang mereka lakukan. Selalu Ardi yang paling cerewet, bahkan ia bercerita tentang dosen yang menurutnya menyebalkan, dan hal itu disetujui oleh Alvian.
Aku tersenyum melihat tingkah mereka, hatiku terhanyut , bukan karena kesedihan tentang Raka, tapi aku merasa, aku bangga memiliki mereka, berkenalan dengan mereka, bertemu dengan mereka, dan mereka sangat menyambutku dengan baik. Meskipun aku sama sekali tidak mengingat mereka, tetapi mereka tetap berusaha untuk membuatku ingat. Aku merasa, mendapat hidup yang baru bersama mereka, dan mulai memahami masa laluku agar aku dapat menerimanya.
Acara makan pun selesai, kami menonton TV di kamarku, acara komedi yang disukai Ardi itu selalu membuatku tertawa, Alvian pun sama denganku. Ardi selalu menambahkan bagian-bagian yang lucu menjadi lebih lucu lagi, tau kan maksutnya? Hehe
Kamarku menjadi berantakan, termasuk ruang TV ku ini, pop corn berserakan dimana-mana, Ardi dan Alvian dengan asyiknya melakukan duduk yang membuat mereka nyantai. Aku pun juga begitu, meskipun aku sendiri yang duduk di sofa, mereka di karpet. Sungguh, aku merasa mereka seperti keluargaku. Aku merasa ada lagi sosok lelaki yang masuk dalam keluargaku. Meskipun aku rindu Dio.
“anjir, nih cowok asoooy men, cocok banget dia jadi banci, lumayan cantik lhoo, hahaha,”ucap Ardi.
“Di, tobat lo! Lo masih suka cewek kan?” tanyaku. Aku hanya memastikan saja, ucapannya itu hanya sekedar biasa atau memang dia mulai suka dengan lelaki, kan aku tidak tahu menahu tentang hubungan percintaannya.
“Di, kalo lo masih nggak bisa lupa Reisya jangan gitu, Di hahaha,” tambah Alvian.
Reisya? Siapa itu?
“ngarang lo men, gue masih normal lah haha, udah ah nggak usah inget Reisya lagi,” jawab Ardi. Dia tidak marah mendengar nama Reisya, malah matanya menimbulkan rasa rindu dengan cewek itu. Siapa dia?
“Reisya? Siapa tuh?” tanyaku. Tidak ada masalah kan jika aku bertanya tentang Reisya?
“tuh cewek yang ditunggu Ardi trus haha, seharusnya dia kakak kelas lo, Tar,” jawab Alvian.
“hash, udah deh nggak usah dibahas ah, ntar gue malah kangen sama dia haha,” sahut Ardi.
“kok seharusnya? Emang dia dimana sekarang?ah gue pengen diceritain!” ucapku. Ups, kenapa aku jadi manja lagi?
Ardi dan Alvian sempat bertatapan, kemudian mereka tersenyum. Sudah pasti, mereka pasti kaget melihatku bersikap seperti ini, tapi mereka terlihat tersenyum. Hihi.
“Dia itu mantan gebetannya si Ardi, terus dia pindah ke Bali, sampe sekarang Ardi masih sayang sama dia, tapi Reisya udah nggak ada kabar,”
“ohh, kenapa lo nggak ke Bali aja, Di?” tanyaku.
Ardi hanya tersenyum, menatapku dengan tatapan sedih. Apa maksudnya? Mungkin ada sesuatu yang terjadi antara dia dam Reisya, yaah layaknya anak muda yang mengalami semacam patah hati.

....................................................................................

Aku berjalan di sepanjang koridor, mengikuti arus siswa menuju kantin. Hari ini hari pertama aku menginjakkan kaki menuju kantin sekolahku. Hari kedua di sekolah baruku. Aku hanya baru berkenalan dengan beberapa siswa, itupun hanya di kelasku.
Aku juga tidak pernah bertemu ‘dia’lagi. Entah dimana, aku hanya ingin menyapanya, dan menanyakan apakah dia masih membenciku sejak enam bulan yang lalu.
Sheila, dia teman baruku di sekolah ini. Dia teman sebangkuku yang pertama kali menyapaku ketika aku menginjakkan kaki, dia yang menemaniku berkeliling sekolah, menemaniku mendaftarkan ku sebagai anggota mading. Dia yang menemaniku sepanjang hari di sekolah ini.
Dia cantik, ramah, baik, sopan dan hampir semua wanita yang kutemui, tidak akan ada yang tahan dengan sifat cuek yang kumiliki. Tapi dia? Selalu tersenyum jika aku bersikap sinis atau menjawab satu kata kepadanya.
‘’hei, ngelamun aja . kok gue ditinggal sih? Jahat amet lo, udah pesen makanan lagi,”
Panjang umur deh, baru namanya muncul dalam pikiranku, ternyata orangnya sudah ada di depanku sekarang.
“sori, gue kira lo lagi sibuk sama OSIS lo itu, jadi gue duluan aja,”jawabku kepadanya.
Sheila hanya tersenyum, ia memesan minuman buah tanpa makanan. Heran, kenapa ia tidak lapar? Sementara aku rasanya sudah ingin memakan semua makanan yang ada di kantin ini.
“ngga makan?” tanyaku, memastikan ia tidak apa-apa jika ia hanya minum saja.
“engga ah, hihi,”
Kemudian aku dan Sheila bercerita banyak hal, hari ini kami semakin dekat. Aku heran, kenapa anak secantik dia ingin berteman denganku, seharusnya ia dapat mempunyai banyak teman, bahkan satu sekolah pun bisa tertarik pada kecantikannya, apalagi ia mempunyai sifat ramah seperti ini.
Aku mengalihkan pandanganku, dari menatap muka Shelia yang tepat berada di depanku, menjadi ke ‘dia’. Yah, dia memang sudah melihatku, dia berjalan melewatiku, melirikku, dan tatapannya tetap sinis. Apa yang harus kulakukan? Berbicara padanya? Menyapa saja aku sedikit ragu jika ia akan membalasnya.
Eits, ada seorang cewek mengejarnya, cewek itu sangat sempurna, tingginya, kulitnya, bahkan wajahnya nan ayu itu membuatku tertarik kepadanya. Sempurna. ‘Dia’ menunggu cewek tersebut menghampirinya, ia berhenti, dan ketika cewek itu berada di sampingnya, ia menyunggingkan senyuman kepadanya.
Sepertinya mereka pacaran.
“Taraaa, lo dengerin gue nggak sih?” kesal Sheila, menyadari aku tidak mendengarnya. Tetapi, meskipun aku mendengar omelan itu, aku tetap menatap mereka berdua. Seperti orang pacaran.
Akhirnya Sheila pun menatap kedua itu, memperhatikan kemana arahku, memperhatikan pandanganku, yang sepertinya sangat sinis, untung saja mereka tidak menyadari aku memandang mereka dengan cara yang seperti itu.
“Taraaaaaa!”
Suara cempreng itu terdengar sangat jelas di telingaku, aku mengernyit kesal. Suara itu terdengar dari kejauhan saja sudah sangat nyaring di telinga, apalagi orang yang berteriak sekarang berada tepat di depanku. Dengan manyun dan kesal, ia tetap memandangku dan mengomel.
“sori-sori, hehe biasa gue ngelamun lagi hehe, tadi lo cerita apa?”tanyaku.
“dari kemaren lo mesti liat tuh cowok, lo naksir dia yaa?mau gue kenalin? Dia anak OSIS kok, haha,”
“bukan, gue kenal kok sama tuh cowok,”
“kenal dan lo suka sama dia?” tanya Sheila, ia sangat berusaha menjebakku.
“bukan, gue dulu pacaran sama kakaknya, sekarang dia benci sama gue, karena gue nyakitin kakaknya,” jelasku. Yah, meskipun sangat terlihat aku berusaha menutupi kesedihanku untuk bercerita, tapi Sheila tetap ingin mendengarkan semua ceritaku, tanpa peduli jika ia takut aku menangis.
“jadi lo pernah pacaran?” tanya Sheila.
HAH? Maksutnya pertanyaan Sheila apa coba? Menghinaku?
“sori sori, abisnya sejak lo masuk awal kesini, lo keliatan cuek banget, kayak cowok, makanya gue nggak nyangka lo pernah pacaran? Trus kenapa putus? Ngga balikan lagi?”
Segudang pertanyaan yang dilontarkan Sheila tak mampu kujawab, aku hanya menatapnya dan dia masih menatapku dengan harapan aku dapat menjawab pertanyaan. Aku tidak akan bisa, Sheil. Aku bangkit dari kursi kantin, berniat untuk jalan memesan minuman, tapi..
BRUAK!
“sori sori gue nggak sengaja,” ucap gadis itu. Gadis yang tadi menghampiri laki yang selalu membuatku tidak enak. Lelaki itu melihatku, saat gadis itu tidak sengaja menumpahkan minumannya kepadaku. Lelaki itu menatapku dengan membelalakkan matanya, apakah selama ini dia tidak tahu aku ada? Lelaki itu berdiri, berjalan menghampiriku dan gadis yang tadi ku duga sebagai kekasihnya. Ia masih menatapku, dan aku sangat ketakutan.

.....................................................................................
“sejak kapan lo pindah?” tanya lelaki itu kepadaku. Kami sedang duduk bersampingan di samping lapangan basket sekolah. Hari sudah sore menjelang maghrib. Dia menyuruhku untuk menemuinya usai pulang sekolah, tepatnya usai dia latihan basket.
“gue pengen cari hidup baru,”
“berarti lo lupain kakak gue,” tambahnnya.
“gue bukan ngelupain kakak lo, tapi gue pengen cari hidup baru dimana gue bisa bangkit,Raz,”
“dan sekarang lo bisa bangkit? Dengan lo pindah? Dan kita ketemu lagi?”tanya Raza. Sepertinya ia masih sangat kesal, dengan kematian Raka, kakaknya. Itu semua bukan salahku, hanya saja malam itu aku menyumpahinya dan itu terjadi. Apa itu salahku? Aku mengingat Raka kembali, tetapi aku selalu tidak merasakan ia marah kepadaku. Hanya Raza yang terlihat kesal dengan apa yang kulakukan, dan dia selalu berfikir akulah penyebabnya.
Saat pemakaman Raka, aku menceritakan semuanya kepada Raza, aku tidak tahu harus bercerita ke siapa, tentang hal yang terjadi malam sebelumnya. Aku tidak tahu jika semua menjadi seperti ini, kata-kata itu yang selalu kuucapkan pada Raza. Tetapi tidak bisa, itu tidak berfungsi ketika Raza menyalahkanku, karena semua itu salahku.
“lo masih marah sama gue, Za?” tanyaku. Aku menatapnya, Raza yang masih menatap lurus ke depan, ia tidak pernah menatapku lagi, semenjak ia terkejut melihatku ada di sekolah ini.
“gue nggak akan pernah maafin lo,” jelasnya. Perasaan menyerah ini kurasakan seperti Raza berkata seperti itu ketika di pemakaman. Dan ternyata hasilnya tetap sama, aku menundukkan kepala.
Suasana hening, aku tidak tahu harus berbuat apa, aku merasa bersalah. Sempat terpikir perasaan takut menghantui sekelilingku, Raza menjadi kakak kelasku, aku takut ia akan mengerjaiku dengan apapun. Aku sangat takut.
“gue balik aja deh, sorry ya kalo gue nggak sengaja masuk ke kehidupan lo lagi, sorry juga kalo kedatangan gue ini buat lo marah, gue cuma bisa bilang maaf sama lo, karena gue nggak tahu apalagi yang bisa gue lakuin buat lo, jujur, lo harus sadar, kakak lo mati bukan sepenuhnya salah gue, itu takdir, Za. Kematian itu takdir, bukan karena salah seseorang,”
Aku bangkit, berjalan melewati lapangan basket, melewati pagar sekolah dan menghilang dari Raza yang masih terpaku pada pandangannya. Entah apa yang dia pikirkan, aku tidak peduli. Aku sudah berusaha menikmati hidup baruku ini dengan usaha yang tidak gampang, dan aku tidak akan membuat diriku mengingat masalaluku hanya karena adik Raka yang satu sekolah denganku. Aku tidak peduli lagi. Aku bukan Tara yang dulu, iya, aku bukan Tara yang dulu, aku harus kuat.

Sabtu, 23 Januari 2010

Meidian Tarania. Part 3. --dan hidup barupun akan dimulai--


            Aku merasakan pancaran matahari dari balik tirai kamarku. Ternyata sudah pagi, sudah hari esok. Aku terbangun, dan mendapati Ardi berada di depanku, mengarah pada meja belajarku yang berwarna putih dan etnik. Dia melihat sesuatu.
            “Di? Ngapain lo di kamar gue?”
            Ardi terlihat terkejut, hampir saja ia menjatuhkan sebuah foto. Foto keluargaku, yang masih kusimpan. Ia mendekat ke arahku. Tersenyum, seperti tadi malam. Apa ada senyuman Raka yang mirip seperti ini?
            “tadinya mau ke Alvian, tapi ternyata dia lagi les renang, jadi mending ke lo aja, kita hari ini mau ke Dufan, hehe,” ucap Ardi.
            “Dufan?”
            “iya, jadi lo siap-siap ya, sejam lagi gue jemput, kita jemput Ardi dulu di tempat renangnya, daaaaa,”
            Ardi langsung meninggalkanku, bangkit dari tempat tidur, dan membuka pintu kamar. Bagi Ardi dan Alvian, masuk ke kamarku, seperti masuk ke kamar cowok saja, yang bisa langsung masuk. Sebaiknya memang kalau berganti pakaian aku di kamar mandi saja, hehe.

..........................................................................................................................................................................


            Suasana sangat ramai saat itu, terdengar sorakan para murid, menyorakki Raka. Raka sudah berdiri di pinggir kolam, dengan tampang ketakutan, ia melepas bajunya dan menggantinya dengan baju renang. Aku duduk di pinggir, menatapnya takut. Apa harus cara ini yang ia buktikan? Tanpa harus membuktikan cintanya seperti ini, aku juga pasti akan menerimanya.
            Raka menenggalamkan dirinya bersama air di dalam kolam renang.  Pertama, aku sedikit lega, karena dia dapat mengapung di air itu meskipun dengan gaya apa saja. Dalam hatiku menyorakki dirinya, berdoa agar dia tetap baik-baik saja.
            Tidak sampai beberapa detik, ketika aku lega karena ia sedikit berhasil, ia berhenti, tenggelam, tidak bergerak. Aku berdiri dari dudukku, semua penonton yang melihatnya terdiam, mencari dirinya. Aku mendekat, berusaha menemukan dia. Tapi..
            “Tolong!tolong!tolong!” Ia meminta tolong, sekuat tenaganya, mulutnya berusaha bergerak meskipun dia akan meminum air kolam. Aku melepaskan sepatuku. Berjalan untuk menolongnya.
            “Jangan, kalo dia sayang, dia pasti berjuang,” ujar Dio, kakak lelakiku. Dia mencegahku, Raka terus meminta tolong, tetapi tidak ada satupun yang menolong dirinya.
            Sudah cukup, ini tidak bisa dibiarkan.
            Dengan nekat, tanpa memperdulikan Dio yang berteriak, aku menceburkan diriku ke kolam renang, menuju ke tempat Raka, menolongnya, memegang tangannya, dan menariknya ke tepi. Saat itulah semua teman membantuku. Raka sudah pingsan.
            Aku menepuk-nepuk dadanya, bahkan teman-temanku berusaha memberikan nafas buatan kepadanya. Tapi tidak bisa, saat itu aku merasa menyesal, sangat menyesal, tidak perlu seperti ini, aku pasti akan menerimanya. Karena aku mencintainya, dengan dia yang tulus, dengan apapun kekurangannya, salah satunya tidak bisa berenang, aku tetap akan menerimanya


......................................................................................................................................................................


            Aku sadar dari ingatanku, kini aku sedang duduk di pinggir kolam renang itu, aku melihat kolam renang, melihat Alvian yang masih asyik berlatih.
            “inget lagi?”
            Aku terkejut, ternyata Ardi sedang duduk di sampingku, aku baru menyadari. Apa dia sudah daritadi? Aku hanya tersenyum, merasa tidak enak, merasa bodoh mengapa aku selalu gampang mengingat tanpa harus aku minta untuk ingat?
            “gue emang selalu gitu,” ujarku. Ardi menoleh kepadaku, berusaha mencerna apa maksut dari ucapanku. Ia masih menatap mataku.
            “tanpa gue minta ingatan itu dateng, dia bakal dateng dengan sendirinya,” jelasku.
            Ardi masih menatapku, aku tidak bisa menatapnya, aku ingin kuat, tidak menangis, tidak membayangkan wajahnya, tidak membayangkan senyumnya, semua kenangan itu, setiap hari aku berdoa, aku dapat menghilang dari kenangan ku bersamanya. Entah berapa lama aku bersamanya, aku ingin cepat melupakannya, seperti secepat itu dia pergi.
            “Raka?”
            Aku menoleh, terkejut, secepat aliran darahku mengalir, membuat tubuhku mendingin. Baru saja niatan melupakan dan hidup baru itu muncul, kenapa mendengar Ardi menyebut namanya saja, aku sudah merasa sangat sedih.
            “lo nggak usah cerita ke gue, tentang dia, gue nggak perlu tau, apa yang udah dilakuin Raka sampe lo gini , kalo lo masih nggak mau ngomong, tapi jujur gue seneng, ngeliat lo udah sedikit berubah, nerima hidup lo,”
  
............................................................................................................................................................................

            Ardi berlari cepat menuju tempat yang sepi, aku dan Alvian bingung apa yang terjadi pada dirinya, kami mengikutinya, dan ternyata dia muntah. Aku dan Alvian tersenyum, melihat dia yang terlihat sangat mual.
            “kapok gue naek tuh rolley coaster, kalo lo berdua mau naek lagi, sana gih, gue nggak ikut,” oceh Ardi.
            “haha lo tuh gimana sih, lo yang ajak naek, malah lo yang ngedumel, haha,” ucap Alvian, memberikan minum kepada Ardi. Aku, Ardi, dan Alvian sudah berjam-jam menghabiskan waktu di Dufan, kita menaiki wahana apa saja, asal tidak berbahaya, tapi tadi kata Ardi sebelum aksi muntah, “ahh buat uji mental lah, berani nggak?” Dan sekarang?
            Usai bermain, kami makan di kedai di Dufan, aku sangat lapar. Menaiki beberapa wahana, memang membuat mual, tetapi mengasikkan, aku melihat kedua lelaki itu makan dengan lahapnya. Tiba-tiba aku tersenyum sendiri.

.........................................................................................................................................................................

            “yakin lo berani?” tanya Alvian usai memasang pelampung untuk arum jeram. Ardi tampak gelisah, ia mengaitkan pelampungnya dengan erat.
            “emang kenapa?” tanyaku.
            “dia nggak bisa renang,” ujar Alvian.
            “bisa kok, cuma udah lupa,” tambah Ardi tidak ingin kalah.
            “bukan lupa tapi trauma, haha. Mau nggak lo? Kalo nggak gue sama Tara aja,” ucap Alvian.
            “enggak, gue mau ikut,” kukuh Ardi. Alvian pun hanya bisa menganggukkan kepala dan pasrah saja.
            Giliran kami, menaiki perahu lonjong itu, aku di paling depan, Ardi di tengah, dan Alvian di paling belakang, kami terjun dan kami terkejut jika perahu itu akan terbalik, dan kami tercebur semua. Aku yang pertama memunculkan diri dari air. Hening.
            Aku memanggil nama Alvian dan Ardi, memasukkan kepalaku ke dalam, dan mencari mereka, bingung.
            “Tara, tara!sini Tar,”
            Rupanya Alvian sudah naik duluan, dibantu oleh petugasnya, dan dia membantuku untuk naik. Aku menanyakan dimana Ardi, rupanya ia belum terlihat. Petugas mencarinya.
            Aku melihat sekeliling, terlihat baju Ardi, semakin jelas, semakin terlihat wajahnya, ia melambaikan tangan meminta pertolongan, jelas tak satu orang pun ke  arah sana, ia berada di bawah papan seluncurnya. Aku masuk kembali ke dalam air, berenang ke arahnya, terasa sangat jauh, pikiranku melayang, kenangan ketika aku menolong Raka.
Aku meraih tangannya, dan membawanya ke tepi, ia sudah tak sadarkan diri, pingsan. Petugas membantunya, heran, kenapa pelampungnya tak berfungsi. Nampak Alvian meluapkan amarahnya kepada petugas tentang pelampung Ardi yang tak berfungsi. Kesalahan teknis.


..........................................................................................................................................................................


            Aku menutup pintu kamar mandi, mengganti lampu terangku, dengan lampu kecil yang kugunakan setiap hari saat tidur, aku duduk di sofa empuk, berhadapan dengan TV yang tidak kunyalakan, aku membuka amplop yang tadi diberikan oleh Ardi.
            Fotoku?
            Dia pandai foto?
            Aku tersenyum ,melihat wajahku, tingkahku, yang terjepret oleh kameranya. Ada foto kita bertiga, usai main arum jeram, basah kuyub, tapi terlihat senang. Aku melihat senyumku di foto itu.  
            Senyuman yang selalu kuperlihatkan kepada Raka, yang selalu Raka puji, karena senyuman itu membuat Raka semakin sayang, aku menyadari itu. Matanya selalu membuatku tau apa yang ada di dalamnya, ketika ia sedang marah atau tatapan mata yang tajam ketika ingin memelukku. Raka juga tahu, senyuman yang ku sunggingkan aku paksa atau tidak. Raka selalu tahu semuanya.
            Aku rindu kepadanya, sungguh. Air mataku keluar lagi, aku sangat cengeng, aku melihat foto aku, papa dan mama ketika kani berlibur ke Paris yang terletak di atas TV, kemudian aku bangkit dan membuka laciku, melihat fotoku dengan Raka, melihat benda pemberian Raka, membaca kembali kartu ucapan Raka dengan tulisan asliya, dan jam tangan hasil pemberianku kepadanya yang ia gunakan saat meninggal.
            Aku menangis, tak teratur nafas yang keluar, aku tidak tahan, aku menyandar pada tembok, menunduk, dan menangis. Aku rindu, aku menyesal, perasaan ini selalu timbul. Aku tidak memarahi kedatangan perasaan ini, tapi aku selalu menyalahkan diriku sendiri. Mengapa harus begini? Itu yang selalu kutanyakan.

............................................................................................................................................................................


            Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki ke sekolah baruku, aku memakai seragam yang telah jadi sesuai dengan keinginanku, dengan sepatu converse yang dulu kugunakan juga di sekolah lamaku.
            Aku menuju kelasku, Alvian mengantarku sampai di depan kelas, kemudian ia kembali dan pergi untuk kuliah, dia berjanji akan menjemputku. Aku belum bertemu Ardi tadi pagi, kemana dia?
            Usai menaruh tas, aku keluar dari kelas, belum ada satupun yang aku kenal, aku menuju papan mading, di sekolah ini aku harus mengikuti ekstrakurikuler, sebaiknya aku memilih menjadi anggota mading saja.
            Ada pengumuman tentang lomba music, aku tersenyum, teringat dengan piano yang dulu sering ku mainkan, kini telah berdiri di gudang, sendirian. Semua murid mulai menuju mading, membaca apa saja berita hari ini, aku menoleh untuk tetap memperhatikan keseimbanganku dari desakan mereka, tetapi aku melihat sosok laki-laki yang sedang berjalan membelakangiku. Sepertinya aku kenal.
            Aku berusaha keluar dari kerumunan itu, dengan cara apapun, aku ingin bertemu dengan sosok itu, dari cara ia berjalan, mengapa ia ada disini? Ada apa? Dimana ia sekarang? Apa ia bersekolah disini?

Jumat, 22 Januari 2010

diabetes mellitus

Diabetes mellitus (DM)  yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan.
Diabetes menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis. Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.

*) PENYEBAB
Jenis 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan jenis 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin apabila obatnya tidak efektif. Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan. Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olah raga teratur.

Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 — dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, "diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 — dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") — terjadi karena kombinasi dari "kecacatan dalam produksi insulin" dan "resistensi terhadap insulin" atau "berkurangnya sensitifitas terhadap insulin"(adanya defek respon jaringan terhadap insulin)yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatas dengan berbagai cara dan Obat Anti Diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulinpun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.Diabetes Tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (biasanya peningkatan), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan 

Gejala

Tiga serangkai yang klasik tentang gejala kencing manis adalah polyuria (banyak kencing), polydipsia (banyak minum) dan polyphagia (banyak makan).
pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.


penyakit paru-paru

Tuberkulosis (TBC)

  • Penyebab: Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menular melalui percikan ludah saat penderita batuk.
  • Gejala: Batuk berdahak lebih dari tiga minggu. Dapat juga disertai batuk yang mengeluarkan darah. Penderita akan mengalami demam khususnya pada siang atau sore, berkeringat pada malam hari. Nafsu makan menurun sehingga mengakibatkan badan menjadi kurus.
  • Pencegahan dan solusi: Bila ada teman, tetangga atau anggota keluarga yang mengalami gejala tersebut, ada baiknya Anda menyarankan untuk memeriksakan ke dokter untuk mengetahui apakah batuknya merupakan penyakit TBC atau tidak. Karena kadangkala penyakit batuk sering dianggap sepele, padahal penyakit ini dapat membunuh seseorang bila tidak segera ditangani dan dapat menular kepada orang lain.
  • Pengobatan: Pengobatan untuk TBC bila sudah diketahui sejak dini sebenarnya tidak terlalu mahal dan mudah untuk disembuhkan karena sudah ada obat yang disediakan pemerintah. Bila diperlukan, penderita TBC dapat juga dikarantina di tempat khusus agar tidak menularkan penyakitnya.

    Penyakit ini juga sebenarnya merupakan salah satu penyakit yang sudah ditaklukan, tetapi belakangan kembali menyerang. Salah satunya adalah karena penderita tuberkulosis ini tidak menghabiskan obat mereka. Obat harus diminum secara teratur selama 6 sampai 9 bulan untuk menyembuhkan penyakit ini. Tidak menghabiskan obat dapat menyebabkan penderita tidak dapat sembuh dan menyebabkan obat tidak mampu lagi melawan kuman karena kuman menjadi kebal.

Asma

  • Penyebab: Penyebab asma adalah penyempitan sementara pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan penderitanya merasakan sesak napas. Penyempitan terjadi pada pembuluh tenggorokan. Faktor keturunan sangat berperan pada penyakit ini, bila ada orangtua atau kakek nenek yang menderita penyakit ini dapat menurun kepada anak atau cucunya.

    Alergi terhadap sesuatu seperti debu, perubahan suhu, kelembaban, gerak badan yang berlebihan atau ketegangan emosi dapat meyebabkan alergi sehingga selaput yang melapisi pembuluh akan membengkak dan mengeluarkan lendir yang berlebihan sehingga pembuluh menjadi sempit dan penderita sulit bernapas. Walau serangan sesak napas dapat hilang sendiri, tetapi serangan berat bila tidak ditangani dapat menyebabkan kematian karena penderita tidak dapat bernapas.
  • Gejala: Sesak napas disertai suara mengi (wheezing) Pencegahan dan solusi: Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan alergi pada penderita sehingga terjadi serangan asma. Misalnya dengan membersihkan debu pada kasur, bantal atau selimut. Hindari suhu dan kelembaban yang ekstrim, binatang piaran atau makanan yang dapat menimbulkan alergi.
  • Pengobatan: Untuk mengatasi serangan asma adalah dengan menggunakan obat pelega (bronchodilator) dengan cara dihirup. Cara lainnya adalah dengan melakukan terapi yang akan mengajarkan bagaimana caranya rileks dan mengatur napas apabila terjadi serangan asma. Bila penyakit asma sudah berat, dapat menggunakan obat pelega setiap hari sampai serangan asma dapat dikontrol. Maka, dianjurkan bagi penderitanya untuk selalu membawa obat pelega ke manapun dia pergi agar dapat segera digunakan apabila terjadi serangan.

Bronkitis

  • Penyebab: Penyakit bronkitis karena peradangan pada bronkus (saluran yang membawa udara menuju paru-paru). Penyebabnya bisa karena infeksi kuman, bakteri atau virus. Penyebab lainnya adalah asap rokok, debu, atau polutan udara.
  • Gejala: Batuk disertai demam atau dahak berwarna kuning bila disebabkan oleh infeksi kuman. Sedangkan bila bersifat kronik, batuk berdahak serta sesak napas selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
  • Pencegahan dan solusi: Meningkatkan daya tahan tubuh merupakan salah satu pencegahan yang dapat dilakukan. Sedangkan untuk mencegah bronkitis kronik adalah dengan menghentikan kebiasaan merokok juga menghindari asap rokok agar tidak menjadi perokok pasif yang sangat berbahaya.
  • Pengobatan: Untuk pengobatan bila disebabkan oleh bakteri atau kuman dapat diatasi dengan meminum antibiotik sesuai anjuran dokter. Bila disebabkan oleh virus, biasanya digunakan obat-obatan untuk meringankan gejala.

Pneumonia

  • Penyebab: Pneumonia merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan paru (parenkim) yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur. Umumnya disebabkan oleh bakteri streptokokus (Streptococcus) dan bakteri Mycoplasma pneumoniae.
  • Gejala: Batuk berdahak dengan dahak kental dan berwarna kuning, sakit pada dada, dan sesak napas juga disertai demam tinggi.
  • Pencegahan dan solusi: Selalu memelihara kebersihan dan menjaga daya tahan tubuh tetap kuat dapat mencegah agar bakteri tidak mampu menembus pertahanan kesehatan tubuh. Biasakan untuk mencuci tangan, makan makanan bergizi atau berolahraga secara teratur.
  • Pengobatan: Apabila telah menderita pneumonia, biasanya disembuhkan dengan meminum antibiotik.

Emfisema

  • Penyebab: Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.
  • Gejala: Sesak napas dalam waktu lama dan tidak dapat disembuhkan dengan obat pelega yang biasa digunakan penderita sesak napas. Nafsu makan yang menurun dan berat badan yang menurun juga biasa dialami penderita emfisema.
  • Pencegahan dan solusi: Menghindari asap rokok adalah langkah terbaik untuk mencegah penyakit ini. Berhenti merokok juga sangat penting.

Kanker Paru-paru

  • Penyebab: Kanker telah menjadi penyakit yang mematikan, bahkan kanker paru-paru merupakan pembunuh pertama dibandingkan kanker lainnya. Sel tumor atau kanker yang tumbuh di paru-paru dialami oleh penderita kanker paru-paru. Kanker dapat tumbuh di jaringan ini dan dapat menyebar ke bagian lain.

    Penyebab utamanya adalah asap rokok yang mengandung banyak zat beracun dan dihisap masuk ke paru-paru dan telah terakumulasi selama puluhan tahun menyebabkan mutasi pada sel saluran napas dan menyebabkan terjadinya sel kanker.

    Penyebab lain adalah radiasi radio aktif, bahan kimia beracun, stres atau faktor keturunan.
  • Gejala: Batuk, sakit pada dada, sesak napas, batuk berdarah, mudah lelah dan berat badan menurun. Tetapi seperti pada jenis kanker lainnya, gejala umumnya baru terlihat apabila kanker ini sudah tumbuh besar atau telah menyebar.
  • Pencegahan dan solusi: Menghindari rokok dan asap rokok juga banyak mengkonsumsi makanan bergizi yang banyak mengandung antioksidan untuk mencegah timbulnya sel kanker.
Karena penyakit pada paru-paru terutama disebabkan oleh asap rokok, maka Anda sebaiknya segera menghentikan kebiasaan ini dan jangan mencoba untuk memulainya bagi Anda yang belm pernah merokok. Hindari juga untuk menjadi perokok pasif yang bahkan lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif. Sayangi paru-paru, hindari penyakit paru-paru, dan Anda dapat bernapas dengan lebih lega.

MAGH

Sakit maag -- kerap juga disebut radang lambung -- dapat menyerang setiap orang dengan segala usia. Pada keadaan yang cukup parah, radang lambung dapat menimbulkan perdarahan (hemorrhagic gastritis) sehingga banyak darah yang keluar dan berkumpul di lambung. Satu saat, penderita bisa muntah yang mengandung darah.Ada sejumlah gejala yang biasa dirasakan penderita sakit maag seperti mual, perut terasa nyeri, perih (kembung dan sesak) pada bagian atas perut (ulu hati). Biasanya, nafsu makan menurun secara drastis, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, dan sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar.Menurut dokter Rino A Gani SpPD-KGH, berbagai hal bisa menyebabkan terjadinya sakit maag. ''Penyebabnya banyak,'' tutur spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta ini. Namun biasanya, kata dia, penyakit maag terjadi karena dua hal, yaitu gangguan fungsional kerja dari lambung yang tidak baik dan terdapat gangguan struktur anatomi. Gangguan fungsional berhubungan dengan adanya gerakan dari lambung yang berkaitan dengan sistem syaraf di lambung atau hal-hal yang bersifat psikologis. Gangguan struktur anatomi bisa berupa luka, erosi, atau bisa juga tumor.Dalam berbagai literatur disebutkan, pola makan tidak teratur dapat menimbulkan gejala sakit maag seperti perih dan mual. Hal itu terjadi karena lambung memproduksi asam -- disebut asam lambung -- untuk mencerna makanan dalam jadwal yang teratur. Bahkan, saat tidur pun lambung tetap saja memproduksi asam walaupun tak ada makanan yang harus dihancurkan. Asam lambung sangat diperlukan untuk membantu pencernaan.
Gejala khas pada gangguan di duodenum adalah nyeri pada malam hari. Tidak semua penderita sakit maag merasakan adanya keluhan seperti tersebut di atas. Ada juga yang tanpa gejala, tapi tiba-tiba terjadi muntah darah atau buang air besar dengan darah yang menghitam. Oleh karena itu perlu waspada setiap saat. Penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan pada semua usia. Karena begitu sering terjadi, maka penyakit ini termasuk salah satu masalah dalam bidang kesehatan.
Apa penyebab sakit maag?Ada beberapa hal yang menjadikan seseorang bisa terserang radang lambung, antara lain:
a. Pola makanOrang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit ini. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan أ¢â‚¬إ“mencernaأ¢â‚¬? lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri.
b. Jenis makananMakanan tertentu akan merangsang dinding lambung, sehingga terjadi radang/luka, seperti makan yang pedas atau asam.
c. Stres emosiProduksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, seperti beban kerja yang berlebihan, cemas, takut, atau diburu-buru. Kadar asam lambung yang meningkat ini akan menimbulkan ketaknyamanan pada lambung.
d. Pemakaian obatAda obat-obat tertentu yang merangsang dinding lambung, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan dalam lambung. Oleh karena itu obat-obat tertentu, harus dikonsumsi sesudah makan. Beberapa di antaranya adalah obat penghilang rasa sakit dari golongan salisilat dan asam mifenamat (misal aspirin, ponstan). Obat-obat rematik juga termasuk di dalamnya.
e. Adanya penyakit seperti luka bakar, pembedahan gagal ginjal, dan lain-lain.
f. Alkohol dan rokok.
Bahaya yang mengancamBanyak di atara kita yang menganggap sepele penyakit maag ini. Padahal banyak ancaman serius di balik serangannya. Aktivitas jadi terganggu lantaran nyeri, perih dan mual, adalah satu hal yang pasti. Nah, yang sering tidak disadari adalah akibat lebih lanjut dari penyakit ini. Jika dibiarkan saja tanpa pengobatan, maka radang akan semakin hebat, luka akan makin dalam, lambung akan berdarah. Gawat!
Adanya perdarahan di lambung ini ditandai dengan nyeri yang sangat dan disertai muntah darah atau buang air besar berupa darah yang sudah menghitam. Bila dibiarkan terus maka lambung bisa bocor, luka akan menembus dinding lambung sehingga lambungnya berlubang. Darah akan masuk ke rongga perut dan mengakibatkan rasa nyeri yang sangat hebat. Keadaan ini bisa mengakibatkan kematian.

Rabu, 06 Januari 2010

Meidian Tarania (part 2) --Dibalik Semua Itu----


Aku dan Alvian memakan bakso di sebuah gerobak sebelah kuliah Ardi . Ardi dan Alvian seangkatan, semester 3, tetapi mereka berbeda jurusan. Kebetulan hari ini Alvian tidak ada jadwal untuk kuliah, jadinya ia dapat menemaniku kemanapun ku inginkan.
            “hmmm, Al, dulu emang gue sedeket ini ya sama lo sama Ardi?” tanyaku. Yang aku butuhkan adalah ingatanku kembali dan aku dapat mengenal dan mengingat mereka berdua.
            “lebih deket dari ini, dan lo cerewet,” jawab Alvian, kemudian melanjutkan makanannya, aku masih menatapnya.
            ………….
            “baksonya enak kan sayang?”
            “iyalah, lebih enakan makanan gini daripada restoran haha,”
            “sayang, ada yang mau aku omongin?kalo aku pergi, apa kamu bakal inget aku selamanya?”
            “kamu ngomong apa sih, kamu nggak bakal kemana-mana, Rak,”
            ………….
            “Tar? Lo mau nambah lagi?” tanya Alvian.
            Aku selalu mengingat kenangan-kenangan itu, kenapa aku tidak bisa mengingat masa kecilku dengan mudah, tetapi jika mengingat kenangan bersama Raka, selalu mudah.
            “Tar? Lo kenapa?” tanya Alvian. Aku lupa membalas tawarannya, aku menggelengkan kepala, berusaha membuat diriku baik-baik saja. Kenapa dia terus hadir dalam pikiranku?
            Ardi datang menghampiri kami, ia langsung mengambil bakso dari mangkuk Alvian, Alvian pun hanya mendengus kesal. Kata mereka, bakso dekat kampus ini paling enak, memang, menurutku juga seperti itu.
            Ardi menanyakan sekolahku, menanyakan kemana saja aku hari ini bersama Alvian. Alvian lebih suka menjawab pertanyaannya, daripada aku. Aku masih berusaha menenangkan diriku, menahan air mataku, dan tidak membayangkan lamunan ataupun kenangan yang selalu ada dalam pikiranku. Semoga mereka berdua, tidak tahu apa yang baru saja aku alami. Sedetik saja, jika aku ingin mengingat Raka, aku akan dengan mudah mengingatnya.
            Raka, dia adalah mantanku, empat bulan yang lalu, Oktober, bulan dimana aku ulang tahun. Dua hari setelah ulang tahunku, papa meninggal, serangan jantung dan itu karena papa tidak menyetujuiku dengan Raka.
            Memang, Raka seharusnya sepantaran dengan Ardi dan Alvian, tetapi ia masih duduk di bangku SMA, dia perokok, suka balapan, tetapi dia bebas, aku merasa bebas dengannya. Tidak ada yang menghalangiku bersamanya, dan dia juga menjagaku dengan usahanya. Aku mencintainya. Sampai sekarang.
            Setelah kematian papa, dua minggunya Raka meninggal dunia, karena Raka mengalami kecelakaan saat balapan, malam itu, kami bertarung hebat, dan itu membuatku menyesal sampai aku tidak pernah percaya dia pergi, tetapi aku yakin dia selalu ada buat aku, disampingku, sekarang.
            Menceritakan kedua lelaki itu kepada semua orang, sangat sulit bagiku, aku tidak bisa menangis di hadapan mereka, menceritakan seperti kembali merasakan apa yang ku rasakan waktu kehilangan dulu .Bayangkan jika seorang yang selalu memenuhi hidupmu setiap hari, menghiasi warna-warna hidupmu kini telah pergi, bersamaan di tepat bulan ulang tahunmu? Itu adalah kado terburuk yang pernah ku temui.
           

..........................................................................................................................................................................

            Malam itu, hujan deras di rumah, aku terbaring di kamar, menatap kaca besar yang langsung menghadap ke taman depan rumahku. Raka membuka pintuku, tidak menyalakan pintu kamar yang sengaja aku padamkan, hanya sinar lampu jalanan yang menghias di kamar itu.
            Raka menyapaku, aku hanya terdiam, aku masih tak percaya, papa ku meninggal seperti itu. Keluarga kandung satu-satunya yang aku miliki. Hatiku miris, melihat pertengkaranku dengan Papa, membuat ia serangan jantung.
            Raka duduk di sampingku, rupanya ia sedang membawa makanan. Aku sampai tidak merasa lapar, bahkan aku harus makan saja aku lupa. Aku terlalu berusaha memahami, untuk apa aku hidup jika tidak ada sosok ayah lagi, yang setiap malam usai pulang kerja ke kamarku, mencium keningku, membawakanku sesuatu, atau mengajakku liburan.
            “sayang, makan dulu yuk, aku udah bawain makanan nih, kesukaan kamu,” ucap Raka. Aku tidak peduli, makanan yang akan ku makan, juga tidak akan membalikkan papa ke hidup ini lagi. Apalagi Raka sudah..
Ahh..Aku tidak peduli!
            “tar, kamu harus makan,”
            “males, taruh aja,” jawabku.
            “Tar, aku suapin yah,”
            Aku melempar piring itu, sehingga pecahannya berada di kamarku, Raka terkaget, emosiku membara, dia melihat mataku yang tajam, memunculkan hasrat amarah di dalamnya.
            “kamu kenapa sih? Kalo nggak mau makan yaudah, aku taruh, aku susah-susah bawain!” bentak Raka.
            “aku kenapa? HAHA, pinter banget kamu bohongin semua ke aku, kemarin malem kemana? Katanya balapan, malah ke café sama cewek? IYA?!”
            Raka terdiam, ia menatapku tajam, seolah-olah ingin memakanku karna aku sudah membentaknya. Aku tidak peduli, emosiku sulit aku atur.
            “kamu bingung kan? Aku tau darimana! Aku kecewa sama kamu, lo bilang lo bakal setia sama gue?! Apanya ?! cowok bejat lo!”
            “heh, lo tau? Sejak bokap lo itu meninggal, lo nggak pernah merhatiin gue. Gue butuh namanya orang yang perhatian sama gue! Tapi lo?! Lo nggak bisa terima kematian bokap lo itu, dan akhirnya lo diem diri di kamar, untung nyokap lo ngga bawa lo ke rumah sakit jiwa!”
            Aku semakin kesal kepadanya.
            “gue doain lo nggak akan selamet Rak!”
            Petir menggelegar di antara pertengkaran kamu, hujan semakin deras, aku kembali duduk, mengatur nafas dan Raka tetap berdiri di sebelahku. Aku menatap hujan, firasatku tidak enak, kenapa ini?
            Raka duduk di sebelahku, aku ingin menyuruhnya pergi, tetapi..
            “balapan gue diganti malem ini, kalo lo nggak percaya, lo bisa ikut gue, tapi kalo lo nggak mau, yaudah nggak papa. Cewek di café itu, Rena, dia sepupu gue, gue janjian ketemu sama dia di café, mungkin orang yang beritau lo itu, ngeliat waktu gue lagi mesranya sama Rena. Tar, gue sayang lo, sori tadi gue udah bentak lo, lo emang diem sekarang, gue butuh Tara yang dulu, bukan diem gini, gue trus belain ke sini, karna gue pengen lo berubah, lo bisa terima itu, dan gue juga ngerasa salah sama bokap lo karena semua ini, gue nggak pengen lo diem, Tar,”
            Aku terdiam, segala ucapan bentakan dia tadi, memang sangat membuatku marah, tapi aku juga merindukan dia, dan menyadari bahwa setiap hari dia datang hanya untuk menemuiku. Aku ingin memeluknya, tapi aku masih terlalu kesal, nanti saja, saat aku sudah kembali. Besok pagi aku akan menemuinya, dan dia melihat aku yang sudah kembali.
            “aku pergi dulu yah, doain menang, bye sayang, love you, makan ya,”
            Raka bangkit, jalan menuju pintu, dan menutupnya. Tutupan pintu itu disertai dengan petir yang menggelegar lagi, disaat itu aku mulai merasakan..
            Perasaan yang sama, saat papa di UGD..

                                                           

............................................................................................................................................................................

            Aku sudah membawa sebungkus pizza, dan dua milkshake. Pagi-pagi aku sudah menyetir menuju rumah Raka, dengan senyuman, dan dandanan yang cantik. Hari ini hari jadianku dengannya, untung saja bertepatan dengan janjiku, aku ingin berubah demi dia.
            Aku mengetuk pintu rumahnya, tidak ada jawaban dari balik pintu, mungkin dia sedang tidur. Aku mengeluarkan Handphone, mencari kontaknya, dan menelfonnya. Tidak ada jawaban. Aku mengintip garasi, melihat apakan mobilnya ada, ternyata tidak ada. Aku menuju luar pagar, menyebrang ke tetangga depan rumah Raka.
            “Pak, yang punya rumah depan, apa sudah pulang?”
            “tidak non, saya kemarin pulang jam 3, tapi biasanya mobilnya udah ada, tapi sekarang nggak ada,”
            Tanpa menanggapi jawaban itu, aku langsung melihat rumah Raka. Rumah bertingkat dua itu, hanya ditinggali oleh kekasihnya itu. Orang tua Raka tinggal di luar negeri, bersama adik Raka, yang dirawat disana karna koma.
            Aku memasuki pagar, masih berdiri disana, perasaanku, perasaan gundah, dimana Raka? Anak itu memang selalu membuatku mencari dirinya, karna dia juga suka aku kebingungan mencari.
            Sebuah ambulans dengan sirine yang belum dimatikan berhenti di depan rumah Raka. Serentak perasaanku langsung ketakutan. Jantungku berdetak tak karuan, nafasku saja sudah tak terkendali. Aku berjalan, dengan masih membawa makanan untuk Raka. Tetangga depan yang ku ajak bicara tadi pun ikut melihat ambulans itu. Dua petugas ambulans turun dan membuka pintu, aku sudah ada di depan pintunya, dan melihat ada jenazah.
            Seseorang lagi turun dari ambulans itu. Mataku terbelalak melihat bahwa orang itu adalah adik Raka, Raza. Dia terlihat sendu, dan kaget melihat aku sudah ada di depannya.
            Jenazah itu diturunkan, Raza menghampiriku, dia terlihat sangat sedih, kepalaku penuh dengan pertanyaan, yang jawabannya sudah sangat aku dapatkan.
            Tetangga itu membuka kain jenazah, aku masih membelalakkan mata, melihat siapa yang tergeletak, melihat siapa yang menutup mata, tangisanku pun menetes, ini pertama kalinya aku menangis, padahal saat papa meninggal aku tidak pernah menangis.
            Raka
            Itu jenazahnya, aku tidak bisa berkata, badanku lemas, Raza menuntunku, agar aku tetap bangkit. Air mataku menetes, makanan yang kubawa jatuh di tanah, aku tak kuasa menahan semua ini. 

..............................................................................................................................................................................



PIARRR !
            Lamunanku terbuyarkan dengan gelas yang pecah. Aku saja tidak tahu mengapa ia pecah, aku tidak sadar gelas itu pecah karenaku. Aku memungutnya, Alvian membantuku.
            “aw,” aku mengeluh, pecahan itu mengenai jari telunjukku.
            “udah sini gue aja, Di, ambilin obat gih,” ucap Alvian. Aku pun bangkit, aku masih tidak mengerti kenapa aku melamun lagi, ada kak Echa bersama pasangannya, ada mama , om dan tante, juga Alvado.
            Ardi mengobatiku lukaku, darah yang bercucuran masih mengalir dari telunjukku, aku mengernyit kesakitan. Seluruh keluargaku masih melihatku, kemudian mereka kembali melanjutkan pembicaraan makan malam dan pesta pernikahan kak Echa.
            Aku mengizinkan diri untuk ke kamar, dan ternyata Ardi dan Alvian mengikutiku. Hal ini sudah biasa, mereka berdua masuk ke kamarku, tanpa ada larangan ataupun izin.
            “lo ngelamun lagi ya?” tanya Ardi.
            Aku menganggukkan kepala, menyadari mereka merasa sedih lagi melihatku. Aku tahu semua orang sedih karenaku, karena kediaman yang aku lakukan, dan hobi lamun yang sering ku perbuat di depan mereka.
            “Tar, apa lamunan lo ada hubungannya sama Raka?” tanya Ardi, dia datang ke arahku, tepat di depan mataku, Alvian melihatnya, ia seperti kesal Ardi menanyakan hal itu, tapi ia merasa senang jika Ardi memberanikan bertanya, karna itu lebih baik.
            Aku menatap mereka, apa aku harus cerita?
            “jangan paksa gue cerita,” jawabku tegas.
            Ardi bangkit dari duduknya, dia menatap Alvian, menangkap kode dari Alvian yang menggelengkan kepala, sudahlah jangan bertanya, mungkin itu kode yang lebih tepat.
            “yaudah, besok kita jalan-jalan lagi deh, lusanya kan lo sekolah, jadi nggak ada waktu luang lagi, gimana, mau kan Tar?” usul Alvian.
            Aku hanya mengangguk saja, dan Ardi juga tersenyum. Ardi menatapku, tatapan itu seperti tatapan Raka. Iya! Seperti tatapan Raka, bukan tatapan Alvian yang memandangiku saat dia tertawa. Tatapan heran, tidak rela, tetapi sayang, itu yang kurasakan jika menatap Raka saat aku pura-pura senang di hadapannya.