Aku menutup lokerku. Setelah menaruh beberapa buku yang
beratnya beberapa ons. Hari ini pelajaran di sekolah sangat berat,
apalagi terpusingkan dengan ulangan kimia dari bu Rosi.
Sebenarnya ulangan itu tidak akan terlaksana, tetapi dikarenakan
anak-anak ramai, jadinya kena batu merah deh (apes).
"Tar," sapa seseorang saat aku berjalan tidak jauh menjauhi lokerku.
Aku menoleh ke datangnya panggilan itu, Raza.
"Gue punya sesuatu buat lo," ucapnya. Ia memberikan sebuah kotak
kuning muda dengan pita biru tua dan putih dibentuk bunga
kepadaku. Aku mengambilnya, dan menatapnya. Kenapa ia tidak
sinis?
"Gue ngasihin itu karena itu buat elo, tapi bukan berarti gue
ngasihin itu artinya gue care sama lo, tapi biar elo bener ngerasa
salah atas kematian abang gue,"
Sungguh, aku terkejut Raza berkata seperti itu. Bukan terkejut
karena dia menyalahkanku, itu sudah biasa untukku. Tetapi kata-
kata bahwa agar aku merasa aku benar salah atas kematian Raka,
itu sangat menyesakkan untukku. Bahkan air mataku hampir
menetes ketika Raza meninggalkanku. Raza pergi dengan tangan
seorang cewek yang menghampirinya di kantin merangkul pada
tangannya.
*********************************************************************************
*****
Aku masuk ke dalam kamarku. Melepaskan tasku, melepaskan
sepatuku kemudian duduk di sofa dengan sekotak kuning yang
diberikan Raza. Sebelum membukanya aku mengambil nafas
panjang, dan aku melihat semua barangku yang ku beri kepada
Raka.
Ada kaos kembar yang kita beli, ada sebotol pasir pantai yang aku
berikan sebagai oleh-oleh dari Lombok, ada topi bertulis huruf T
yang huruf T nya itu aku buat sendiri, ada tiket nonton bioskop kita
dari awal sebelum jadian sampai sudah berpisah seperti ini, aku
tersenyum melihat semua ini, meskipun air mata ku menitik.
Masih banyak lagi di dalam kotak ini, ada sebuah kaset hasil
rekaman kita, karena saat itu aku iri kepada artis berpacaran yang
duet bermesraan, akhirnya Raka membawaku ke studio rekaman,
sebuah sarung tangan berwarna pink yang aku berikan sebagai
jimatnya untuk balapan, dan yang terakhir sebuah kertas origami
berbentuk love dan didalamnya terdapat kalimat "Raka, I Love You".
Aku menangis sekarang, terisak-isak, aku tak kuasa, penyesalanku
semakin meningkat dan rinduku semakin membara. Seperti ada
bayangan muka Raka di depanku, memandangku yang sedang
menangis, tapi tak kuasa untuk memeluk.
Aku terkejut, kepalaku sudah tersandar di badan seseorang, ada
yang memelukku. Aku melihat, dia Alvian. Ia berdiri dan
memelukku, kapan ia datang? Aku tak peduli. Tangisanku semakin
menjadi, dan sungguh aku ingin Raka kembali. Sungguh. Aku
kembali lelah dengan semua ini.
*********************************************************************************
*****
Ketukan pintu terdengar dari luar, sang pengetuk pun sudah
membuka pintu dan menyapaku. Itu Kak Echa. Beberapa jam lagi
seluruh keluarga akan mengadakan proses lamaran secara resmi di
rumah ini. Sedangkan aku, aku sama sekali belum menyiapkan
diriku, aku masih sama berpakaian seragam dan menatap jendela.
Seperti menanti Raka yang akan datang, meskipun aku tau ia pasti
tak akan pernah kembali.
Langit sangat cerah sore ini. Bahkan matahari akan terbenam dapat
terlihat jelas. Kak Echa sudah mengetahui siluet mukaku yang sedih
saat ini, jadi percuma ia memaksaku untuk berbenah. Mungkin ia
juga sudah tau aku menangis tadi siang dari Alvian. Kak Echa duduk
di sampingku.
"Hidup itu kayak koin,Tar. Gampang dibalik, gampang dibalik lagi.
Gampang seneng, gampang sedih. Dan penentu koinnya itu,Tuhan.
Tuhan kasih kita kebahagiaan supaya kita tahu arti syukur itu apa.
Tuhan kasih kesedihan, karena kesedihan itu penting,Tar. Karena
kalo nggak kita jatuh, kita nggak akan tau apa itu bangkit, kita
nggak akan tau apa rasanya bahagia. Kehilangan orang yang kita
sayang itu adalah hujan,Tara. Tapi begitu kamu bangkit dari
kejatuhan yang bener-bener tinggi-setinggi-tingginya akan ada
pelangi. Dan hidup kamu itu adalah kamu, hidup kamu yang
menjalankan adalah kakimu, hidup kamu yang memutuskan adalah
hatimu, hidup kamu yang membawa adalah tanganmu. Dan saat
semuanya itu tidak bisa digerakkan, maka kita akan mengenal
bahwa diri kita itu lemah dimata Tuhan. Bangkit,Tara. Bangkit.
Papa akan sangat bahagia jika melihat putri satu-satunya bisa
bertahan di kedua kakinya sendiri. Dan kakak yakin Raka juga akan
pergi kalo kamu bisa taruh dia di dalam hatimu, bukan di
ingatanmu,"
Aku melihatnya, aku menatapnya tajam sambil meneteskan air
mata. Kak Echa tersenyum kepadaku. Ia sangat cantik, dengan
kebaya dan rambutnya.
"Adek aku harus kuat, dan harus sukses" ucapnya. Dan aku pun
tersenyum sambil memeluknya. Aku kembali mengingat Ardi yang
kuat untuk menceritakan masa lalunya, aku mengingat Mama yang
kehilangan Papa yang mereka bersamanya sudah bertahun-tahun.
Aku menyadari bahwa banyak orang yang bernasib sama, atau lebih
berat mendapatkan masalah daripada aku, tetapi ia kuat.
Aku berterima kasih saat ini. Tuhan adil, ia terus memberikan
orang-orang yang mendukungku. Terima Kasih.
Face it
11 tahun yang lalu